Cliff ingat saat pertama kali mereka bermain sewaktu kecil.
Dia dengan tidak sengaja menyabetkan pedang mainan dengan keras ke kepala dimitri. Hati Cliff sudah berdegup kencang saat gerakan Dimitri terhenti, kepala tertahan dalam posisi tertunduk. "Shit. Dia bakal nangis. Dia bakal nangis---"
Saat Cliff hendak menjulurkan tangan dan meminta maaf, tiba-tiba serangan balasan mendarat di lengannya.
"Sakit, tahu." Dimitri menggerutu sambil membetulkan letak kacamatanya.
Tidak ada tangis sama sekali -- Dimitri kemudian hanya melangkah pergi untuk mengobati bengkak yang mulai muncul.
Saat Andrei tewas sekalipun, Dimitri hanya berduka dalam diam. Situasi yang mengikuti kematian Andrei juga memaksanya untuk terus bekerja. Bisik-bisik yang menuduh Dimitri tidak berperasaan lebih menyinggung Cliff daripada Dimitri sendiri.
Sebagai sahabatnya, Cliff ingin menyangkal semua itu.
Tetapi karena dia sahabatnya, Cliff tahu lebih baik dia juga diam. Karena diam dan bekerja adalah cara Dimitri menguatkan diri sendiri dan juga orang terdekatnya.
Karena itu senyum pahit Dimitri saat menyapa Cliff di pemakaman Nadia dan Alexei kecil menyesakkan hati semua orang. Ada finalitas dalam senyumnya. Tidak ada yang bisa dia lakukan lagi.
Eizeln tidak mengerti, apa sih yang Etta lihat dari Arthur?
Penampilan? Biasa saja.
Sifat? Cih.
Nilai tinggi di Akademi? Tidak ada artinya. Kalau tidak karena dibantu Selena, Eiz sudah hampir menghabisinya waktu itu.
Kemampuan sosial? Seekor kelinci pemalu punya lebih banyak teman daripada dia.
Henrietta tertawa kecil saat ditanyai, lalu berkata, "Ternyata memang benar, dua kutub yang sama akan saling menolak."
"Apa--- Maksudmu kami berdua mirip?"
( Read more... )
( Read more... )
( Read more... )
( Pasti dia sudah sering melihat tubuh telanjang. )
Selena dan Cello suka makan. Siapa yang tidak suka? Bahkan para pertapa yang berpuasa puluhan tahun pun tidak akan menolak makan kalau situasi memungkinkan.
( Read more... )
Cello berjanji akan melindunginya, tetapi dia tidak melakukannya.
Sebaliknya Cello-lah yang selalu dilindungi. Dia melewati peperangan ini dengan menatap punggung Selena, berjalan mengikutinya dari belakang.
Lalu lebih banyak orang datang di antara Cello dan Selena. Di antara punggung Selena dan dirinya makin banyak orang.
Cello ingin membenci mereka. Dia ingin membenci Minka dan Cassandra yang mulai mengambil tawa dari Selena. Dia ingin membenci Arthur dan Eizeln yang mengambil tempatnya di medan tempur.
Dia ingin menarik Selena dari orang-orang itu.
Dirinya adalah bagian dari diri Selena; sudah sepantasnya dia mendapat tempat yang spesial di sisi Selena.
Namun melihat Selena yang kembali diisi tawa dan kehidupan juga membuat Cello senang. Dulu dia sering memergoki Selena menatap ke kejauhan, tenggelam dalam pikirannya. Dia tidak pernah bercerita apapun, tapi Cello tahu. Cello bisa ikut merasakan rasa frustrasi Selena.
Arthur tahu kalau kekuatan fisik Selena termasuk di atas rata-rata untuk wanita, tapi dia tidak tahu pukulannya akan sesakit ini. Selena, melihat kekagetan bercampur rasa sakit di wajah Arthur, menyeringai puas. "Tamengku beratnya 10 kilo lebih, brengsek. Pikir dua kali sebelum menantangku dengan tangan kosong."
Arthur tidak memegang prinsip ala ksatria, tapi dia merasa segan untuk membalas. Sambil mengelap darah di bibirnya, dia melirik ke tepi ruangan. Orang-orang sudah berhenti bersorak, sama kagetnya dengan Arthur karena Selena tidak menahan tinjunya.
"Sudah puas?" tanya Arthur, berusaha kalem, meredam amarah yang sudah naik ke tenggorokannya.
Seringai Selena langsung lenyap. Dia melemparkan tinju lagi ke arah Arthur, tapi gerakannya terlalu kasar dan mudah dibaca sehingga Arthur sempat membungkuk untuk menghindar. Selena sudah keburu masuk jangkauan tangan Arthur, tidak keburu mundur sebelum Arthur melayangkan tinjunya. Arthur bisa merasakan gemeretak di tinjunya, entah dari buku-buku jarinya atau rahang Selena. Terdengar pekikan dari arah penonton. Mereka mulai berseru satu sama lain, meminta seseorang untuk melerai mereka. Bahkan Eizeln yang tadinya diam menonton ikut ketakutan, menarik-narik lengan Minka.
Berikutnya Selena dan Arthur sudah tidak memperhitungkan gerakan masing-masing, hanya ingin saling memukul yang lain. Mereka terus saling dorong sampai tidak memperhatikan ada tembok di jalan mereka. Bahkan setelah menabrak tembok dengan suara DUAGGGH yang keras dan terjatuh ke lantai, keduanya masih berusaha mendaratkan kepalan ke lawannya.
"Oke, oke! Cukup!" Machs langsung menarik Selena dan Arthur sebelum mereka sempat bertukar tinju lagi. Lebam di wajah mereka mulai muncul. Jahitan di dahi Arthur kembali terbuka, begitu pula luka di perut Selena. Machs dengan susah payah menyeret mereka keluar dari dojo. "Kalian. Pergi ke klinik. Sekarang!"
"Kalau dibagi, angka di atas dan di bawah jadi terbalik. Kayak gini. Sudah mengerti?"
"...Kapan aku bisa belajar sihir?"
Yasuki menghela nafas. Dia tidak benci anak kecil, tapi ternyata mengajar mereka lebih sulit daripada yang dia duga. "Di Midheimr, matematika sudah jadi syarat masuk Akademi, lho," jelas Yasuki, berusaha sabar.
"Apa hubungannya, coba?" keluh Natsuno, mencoret-coret tepian buku latihan matematikanya. Saat Yasu ingin mencegahnya mencoret-coret lebih lanjut, Natsuno mendorong tangan Yasu dan melemparkan tatapan galak. "Selena, tidak bisakah aku langsung belajar sihir darimu?" Natsuno menoleh ke Selena.
Selena terkekeh. "Tidak bisa, mamamu sudah membuat perjanjian dengan kami. Tidak ada praktek sebelum kamu bisa mengerjakan pecahan."
Natsuno menggerutu ke bukunya. "Kalian ini lebih reseh daripada orangtua betulan."
( R15, a bit of crack )
( Awalnya Bellatrix mengira dia jatuh cinta dengan dansa. )
_____________________________________
( Makanan di meja dapur mengepulkan asap dan aroma. Baunya membuat mulut Selena berair. )